MENGENAL BAJU BODO (PAKAIAN KHAS SULAWESI SELATAN)

Literasi Una
3 min readJan 11, 2021

--

Salah satu busana atau pakaian adat yang menambah kekayaan nusantara dalam dunia fashion adalah baju bodo. Pasalnya keberadaan baju bodo ini sudah ada sedari dulu. Bahkan digadang sebagai busana tertua di dunia. Baju bodo sudah muncul pertama kali pada pertengahan abad ke — 9. Masyarakat Sulawesi Selatan lebih dulu mengenal kain tenunan dari pilinan kapas yang dijalin benang katun. Masyarakat menyebutnya kain Muslim sebagai bahan dasar dari baju bodo ini.

Sebenarnya ada beberapa sebutan jenis kain ini. Abad ke 17, masyarakat Eropa mengenalnya dengan sebutan kain Muslin. Adapun Yunani Kuno menyebutnya Maisolos. Sementara India Timur memanggilnya Masalia atau Ruhm menjadi sebutan masyarakat Arab. Lalu tahun 1298 baru muncul sebuah buku berjudul “The Travel of Marco Polo”, di mana buku ini menceritakan kain Muslin dibuat oleh bangsa Irak dan diperdagangkan. Para pedagang itu menyebutnya sebagai kain Musolini.

Bagaimanapun asal usul kain Muslin, ini adalah perjalanan yang panjang hingga pada akhirnya menjadi kekayaan busana nusantara. Kain Muslin yang saya maksud ini adalah jenis kain transparan yang berongga. Kain yang jarak benangnya renggang sehingga teramat tipis dan terawang. Banyak yang bilang bahwa baju ini sangat cocok jika dipakai oleh perempuan yang tinggal di daerah tropis dan iklim panas.

Oleh karenanya, baju bodo menjadi pakaian adat khas Sulawesi Selatan. Secara geografis daerah ini terletak di pesisir pantai dan notabenennya memiliki cuaca tropis bahkan beriklim panas. Mari menelisik asal usul penamaan dari baju bodo itu sendiri. Berdasarkan terminologi, nama ‘bodo’ berasal dari bahasa Makassar yang berarti pendek. Awalnya baju bodo ini berlengan pendek, hanya setengah lengan siku dan berbentuk segi empat. Sebelum masuknya Islam, baju ini sangat terawang karena terbuat dari kain Muslin (kain kasa atau sutera).

Seiring masuknya ajaran Islam, setelan baju bodo disandingkan dengan baju dalam yang masih satu warna padu dengan baju bodo. Hanya saja warna dalaman dominan cerah. Untuk bawahan dipasangkan sarung tradisional bernama ‘lipa’.

Awalnya baju ‘bodo’ hanya dipakai oleh pengantin perempuan dan perayaan acara adat. Diiringi musik, penari perempuan akan melenggok dihadapan tamu dengan menggunakan setelan baju bodo tersebut. Berbagai warna dari baju bodo rupanya juga tidak sekedar variasi. Ada aturan untuk membalut tubuh wanita dengan kain ini.

Warna jingga diperuntukan untuk anak perempuan usia 10 tahun. Adapun jingga dan merah terkhusus untuk anak perempuan usia remaja mulai 10–14 tahun. Apabila perempuan beranjak dewasa usia 17–25 tahun, maka warna yang pantas disematkan adalah merah.

Lalu untuk warna putih diberlakukan bagi inang dan dukun. Terkhusus perempuan keturunan bangsawan, yang digunakan adalah warna hijau. Adapun para janda, ini sama halnya dengan janda di manapun, lekat dengan warna ungu.

Akan tetapi, aturan ini mulai terkikis mengingat trendnya baju bodo yang mulai kekini-kinian. Baju bodo modern mulai dikreasikan menjadi baju yang lebih fleksibel. Tidak hanya digunakan saat perempuan menjadi pengantin. Perempuan yang menghadiri kondangan atau menjadi pagar ayu bahkan acara formal lainnya bisa dipakai. Varian warna dan modelnya pun disesuaikan selera.

Baju bodo kian memikat hati dengan pilihan yang lebih segar. Kini ada pilihan warna gold yang nampak glamour. Ada pula warna silver menawan menjadikan baju bodo tidak membosankan. Ada warna pink yang manis atau warna kalem lainnya. Saat dikenakan, perempuan terlihat sungguh anggun.

Tampilan baju bodo pun kian dimodifikasi lebih simpel dan fleksibel agar lebih ramah dengan selera anak muda masa kini. Dengan mengikuti trend, tanpa mengurangi esensi dari pakaian adat ini diharapkan tetap lestari. Mengingat, ini sudah menjadi bagian dari kekayaan nusantara yang patut dibanggakan terutama untuk dara ogi makassar.

--

--

No responses yet